KEUNGGULAN GIZI MINYAK SAWIT DAN TUDUHAN PEMICU KANKER?






Oleh

Tim Riset PASPI





ABSTRAK


Minyak sawit sebagai minyak makan yang aman telah lama (lebih dari ribuan tahun) diakui, dikonsumsi dan dinikmati secara meluas oleh masyarakat dunia. Dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak zaitun dan lain-lain, dari riset ahli-ahli gizi, mengungkapkan berbagai keunggulan gizi dari minyak goreng sawit antara lain: (1) sumber energi murah, mudah dicerna dan diserap, meningkatkan cita rasa (platabilitas) dan mengandung zat-zat gizi esensial (2) minyak goreng sawit memiliki komposisi asam lemak yang seimbang, (3) dalam proses pembuatan minyak goreng sawit tidak melakukan proses hidrogenisasi sehigga tidak menghasilkan asam lemak trans dan (4) minyak sawit mengandung senyawa anti kanker yang sangat tinggi yakni vitamin A (beta karotine), vitamin E dan asam lemak esensial. Berdasarkan hasil-hasil riset gizi dan kesehatan, minyak sawit bukanlah berpotensi pemicu kanker (karsiogenesis) sebagaimana dituduhkan Eropa tersebut. Bukti-bukti empiris justru menunjukkan sebaliknya bahwa minyak sawit justru terbukti mencegah bahkan menghambat pertumbuhan sel kanker. Kandungan antioksidan khususnya vitamin E dan vitamin A serta kandungan senyawa aktif lainnya yang terkandung dalam minyak sawit membuat minyak sawit sebagai minyak makan kaya vitamin dan anti kanker.




Keywords : anti kanker, antioksidan, nilai gizi, minyak sawit

PENDAHULUAN

Pernyataan otoritas keamanan makanan Eropa (EFSA) Bulan Mei 2016 lalu yang menyebut minyak sawit berpotensi pemicu kanker bukan hal baru yang digulirkan Eropa untuk menghambat laju minyak sawit ke pasar Eropa. Bentuk-bentuk kampanye hitam yang demikian sudah dilakukan Barat sejak lama. Negara-negara Barat yang selama ini

dikenal sebagai promotor perdagangan bebas dan adil (fairness trade), dalam prakteknya sering melakukan cara-cara yang tidak adil (unfairness trade) hanya untuk melindungi produk mereka yang kalah bersaing.

Awal tahun 1980-an negara negara Barat (khususnya Amerika Serikat) pernah menuduh minyak sawit sebagai minyak yang mengandung kolesterol karena minyak kedelai kalah bersaing dengan minyak sawit. Setelah tidak terbukti secara empiris oleh ahli-ahli gizi dan kesehatan, Barat beralih dengan mengusung isu lain yakni seperti isu asam lemak trans (trans fatty acid) hasil proses hidrogenisasi yang ditengarai memicu berbagai penyakit pembuluh darah. Padahal dalam pembuatan minyak goreng sawit tidak melalui proses hidrogenisasi seperti dalam proses pembuatan minyak goreng kedelai, bunga matahari, zaitun, kanola dan lain-lain. Merasa gagal dengan isu asam lemak trans diusung lagi dengan isu logam berat, isu peroksida dan terakhir dengan isu pemicu kanker.

Mengapa Barat sering menggunakan isu gizi dan kesehatan minyak sawit sejak dahulu untuk menyerang sawit? Sesungguhnya bukan hanya aspek gizi dan kesehatan yang sering dipakai untuk kampanye hitam/negatif sawit. Isu lain seperti isu lingkungan, isu sosial juga intensif diusung sebagai senjata persaingan minyak nabati global. Isu gizi dan kesehatan menjadi sering digunakan karena 80 persen minyak sawit digunakan sebagai minyak makan (oleofood) dan secara ilmu gizi kesehatan, minyak sawit memiliki keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lain termasuk minyak nabati produksi Eropa (bunga matahari, kanola) dan minyak kedelai.

Pada tulisan ini didiskusikan kembali berbagai keunggulan gizi minyak sawit sebagai minyak makan yang telah dibuktikan berbagai riset oleh para ahli. Selain itu, juga didiskusikan bahwa keunggulan gizi minyak sawit telah dibuktikan justru berperan mencegah kanker sehingga bertolak belakang dengan apa yang dituduhkan Eropa tersebut.


NILAI GIZI MINYAK SAWIT

Minyak sawit sebagai minyak makan yang aman telah lama (lebih dari ribuan tahun) diakui dan dinikmati oleh masyarakat (Cottrel, 1991). Minyak sawit dikonsumsi secara meluas sebagai minyak goreng, margarin, shortening, baik pada level rumah tangga maupun minyak untuk industri pangan. Minyak sawit merupakan sumber energi, mudah dicerna dan diserap, meningkatkan cita rasa (platabilitas) dan mengandung zat-zat gizi yang sangat penting sehingga banyak dikonsumsi di berbagai belahan dunia (Calloway and Kurtz, 1956).

Dalam beberapa tahun terakhir ini konsumsi minyak sawit bukan hanya meningkat tapi juga makin meluas ke seluruh belahan dunia

Saat  ini hampir semua masyarakat dunia telah mengkonsumsi minyak sawit dalam kehidupan sehari-hari. Peningkatan konsumsi minyak sawit secara global tersebut khususnya setelah tahun 2005 yang mengalahkan minyak nabati lainnyaKonsumsi minyak sawit dunia yang tergolong cepat dan meluas tersebut selain lebih murah, juga terkait dengan keunggulan gizi yang dimiliki oleh minyak sawit. Dari riset ahli-ahli gizi, mengungkapkan berbagai keunggulan dari minyak goreng sawit dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak zaitun dan lain-lain.

Pertama, sebagaimana hasil-hasil penelitian ahli gizi, (Cottrel, 1991; Muhilal 1998; Muchtadi, 1998; Haryadi, 2010; Giriwono dan Nuri Andarwulan, 2016) bahwa minyak goreng sawit memiliki komposisi asam lemak yang seimbang yakni 50 persen asam lemak jenuh dan 50 persen asam lemah tak jenuh, sehingga lebih stabil, tidak mudah tengik dan tidak menghasilkan radikal bebas pemicu kanker. Komposisi ideal yang demikian tidak dimiliki minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak zaitun, dimana mengandung dominan (85-90 persen) asam lemak tak jenuh dan tidak stabil.

Minyak sawit mempunyai komposisi asam lemak jenuh dengan proporsi yang seimbang. Komposisi asam lemak sawit terdiri dari sekitar 40 persen asam oleat (asam lemak tidak jenuh), 10 persen asam linoleat (asam lemak tidak jenuh ganda), 44 persen asam palminat (asam lemak jenuh) dan 4,5 asam stearate (asam lemak jenuh). Jadi secara umum minyak sawit mempunyai komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan proporsi yang seimbang. Komposisi asam lemak tersebut lebih baik daripada minyak nabati lain (Wood et al, 1993; Ng, T.K.W et al, 1992; Hayes and Khosla 1995; Choudhury and Truswell, 1995).

Kedua, dalam proses pembuatan minyak goreng sawit karena sudah stabil, tidak melakukan proses hidrogenisasi. Sementara dalam proses pembuatan minyak goreng dari kedelai, bunga matahari, rapeseed, zaitun, karena tidak stabil,

banyak melakukan proses hidrogenisasi (agar lebih stabil), namun menghasilkan senyawa baru berupa asam lemak trans yang potensial memicu kanker, obesitas, jantung koroner dan Alzheimer


(Haryadi, 2010; Giriwono dan Nuri Andarwulan, 2016).

Minyak sawit tidak mengandung asam lemak trans. Komposisi asam lemak minyak sawit menyebabkan minyak sawit bersifat semi solid, dengan titik leleh berkisar antara 33C sampai 39C. Karakteristik leleh yang demikian ini menyebabkan minyak sawit bisa digunakan untuk berbagai formulasi dalam bentuk alamiahnya tanpa perlu proses hindrogenisasi (Haryadi, 2010; Giriwono, 2016).

Proses hidrogenisasi (terutama hidrogenisasi parsial) untuk tujuan meningkatkan kepadatan suatu minyak, juga akan menyebabkan terjadinya perubahan konfigurasi asam lemak tak jenuh dari cic ke trans. Klarifikasi jenuh dan tak jenuh sangat berpotensi misleading; karena tidak semua asam lemak jenuh mempunyai konfigurasi yang sama. Secara alami, asam lemak tak jenuh yang alami mempunyai konfigurasi cis. Tetapi, proses hidrogenasi khususnya hidrogenasi parsial akan menyebabkan terjadinya perubahan konfigurasi asam lemak tidak jenuh dari cis ke trans. Kandungan asam lemak tak jenuh trans pada minyak kedelai yang mengalami hidrogenasi bisa mencapai ngka 13-30 persen.

Ketiga, minyak sawit mengandung senyawa anti kanker yang sangat tinggi yakni vitamin A (beta karotine) dan Vitamin E (Slover, 1971; Gunstone, 1986; Palm Oil Human Nutrition, 1989). Minyak sawit mengandung vitamin E yang paling tinggi dibandingkan dengan minyak nabati lain (Gambar 3). Kandungan vitamin E pada minyak sawit mencapai 1172 ppm, lebih tinggi dari kandungan vitamin E minyak kedelai (958 ppm), minyak biji bunga matahari (546 ppm), dan minyak jagung (782 ppm) dan seterusnya.
Vitamin E ini bermanfaat sebagai antioksidan alami dan memproteksi sel dari proses penuan dini (celuler aging) atherosclerosis dan cancer (Walton and Packer, 1980; Hirai et al, 1982; Cross, 1987; Elson and Qureshi, 1995).

Selain mengandung vitamin E yang tinggi, minyak sawit juga mengandung vitamin A yang juga relatif tinggi dibandingkan dengan bahan pangan lainnya

Minyak sawit mengandung vitamin A sekitar 5000-6700 ug per 100 gram, yakni 12 kali lebih tinggi dari kandungan vitamin A dari wortel atau 300 kali dari kandungan vitamin A jeruk. Kandungan vitamin A minyak sawit merah lebih tinggi dari kandungan vitamin A dari bahan-bahan makanan yang dianggap sebagai sumber vitamin A seperti jeruk, wortel, pisang dan lain-lain.

Vitamin A dan E tersebut serta asam lemak esensial (oleat, linoleiat, linolenat) telah banyak dibuktikan para ahli kesehatan dan gizi yang bermanfaat bagi pencegahan kanker/tumor, pencegahan buta senja, peningkatan daya tahan tubuh, mencegah penyakit jantung dan pembuluh darah dan lain-lain. Ketiga hal diatas sangatlah jelas bahwa baik dari segi komposisi asam lemak, proses pembuatan dan kandungan vitamin A, dan E, minyak sawit merupakan minyak nabati bukan hanya menyehatkan tetapi juga membantu mengatasi berbagai penyakit termasuk kanker. Sebaliknya minyak nabati lain seperti kedelai, bunga matahari, rapeseed, zaitun justru memiliki potensi memicu kanker dan penyakit lainya karena komposisi asam lemak yang tak seimbang dan tidak stabil, serta proses pembuatanya juga yakni proses hidrogenisasi berpotensi menimbulkan radikal bebas pemicu kanker.


MINYAK MAKAN ANTI KANKER

Dalam beberapa tahun terakhir, kanker termasuk salah satu penyakit yang paling ditakuti. Karena mampu menghilangkan nyawa manusia setiap tahunnya. Kanker merupakan penyakit akibat pertumbuhan sel tertentu yang liar/ganas, berubah fungsi (mutasi) dan menyerang sel-sel normal dalam tubuh. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Penyebabnya bermacam-macam seperti radiasi, virus, bahan kimia dan lain -lain. Teori paling mutakhir penyebab mutasi sel adalah adanya radikal bebas.

Untuk mengatasi dan menghambat sel kanker, radikal bebas harus dimusnahkan. Karoten dan Vitamin E yang antara lain terdapat banyak dalam minyak sawit ternyata mampu untuk memusnahkan radikal bebas serta menghambat

@PASPI2017

pertumbuhan dan penyebaran sel kanker.

Berbagai hasil penelitian didalam maupun diluar negeri telah membuktikan bahwa minyak sawit bermanfaat dalam menekan perkembangan sel kanker. Chong YH,

(1987) menemukan bahwa penggunaan minyak sawit dapat menemukan pertumbuhan tumor dan bahkan lebih baik dibandingkan dengan minyak kedelai. Demikian juga hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan RI dan Bagian Patologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (Muhilal dkk, 1991) membuktikan bahwa pemberian minyak sawit dapat mengendalikan dan menghambat perkembangan (berat dan volume) tumor. Hal ini disebabkan karena minyak sawit mengandung zat antioksidan seperti karoten (Vitamin A), tokoferol dan tokotrienol (Vitamin E).
Minyak sawit juga memperkuat antitrombosit (Hornsta, G, 1988). Mencegah breast cancer (Sylvester et al, 1986; Sundram et al, 1989) dan mencegah pertumbuhan sel kanker baik secara in vivo (Komiyama et al, 1989; Goh et al, 1994) maupun secara in vitro (Gutrie et al 1993; Gutrie et al 1994).

Berdasarkan hasil-hasil riset gizi dan kesehatan tersebut, minyak sawit bukanlah berpotensi pemicu kanker

(karsiogenesis) sebagaimana dituduhkan Eropa tersebut. Bukti-bukti empiris justru menunjukkan sebaliknya bahwa minyak sawit justru

terbukti mencegah bahkan menghambat pertumbuhan sel kanker. Kandungan antioksidan khususnya vitamin E dan vitamin A serta kandungan senyawa aktif lainnya yang terkandung dalam minyak sawit membuat minyak sawit sebagai minyak makan kaya vitamin dan anti kanker.

Oleh karena itu, EFSA yang mengatakan bahwa minyak sawitbersifat karsiogenik perlu mempublikasikan hasil riset pada jurnal-jurnal ilmiah yang relevan, sehingga dapat di-challenges oleh ahli-ahli diseluruh dunia. Dengan cara demikian EFSA tidak dituduh sebagai penyebar berita hoax dan praktek kampanye hitam (black campaign) terhadap minyak sawit. 

terbukti mencegah bahkan menghambat pertumbuhan sel kanker. Kandungan antioksidan khususnya vitamin E dan vitamin A serta kandungan senyawa aktif lainnya yang terkandung dalam minyak sawit membuat minyak sawit sebagai minyak makan kaya vitamin dan anti kanker.

KESIMPULAN

Minyak sawit sebagai minyak makan yang aman telah lama (lebih dari ribuan tahun) diakui dan dinikmati oleh masyarakat. Minyak sawit dikonsumsi secara meluas sebagai minyak goreng, margarin, shortening, baik pada level rumah tangga maupun minyak untuk industri pangan. Minyak sawit merupakan sumber energi, mudah dicerna dan diserap, meningkatkan cita rasa (platabilitas) dan mengandung zat-zat gizi yang sangat penting sehingga banyak dikonsumsi di berbagai belahan dunia.
Dari riset ahli-ahli gizi, mengungkapkan berbagai keunggulan gizi dari minyak goreng sawit dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak zaitun dan lain-lain (1) minyak goreng sawit memiliki komposisi asam lemak yang seimbang, (2) dalam proses pembuatan minyak goreng sawit tidak melakukan proses hidrogenisasi sehigga tidak menghasilkan asam lemak trans dan (3) minyak sawit mengandung senyawa anti kanker yang sangat tinggi yakni vitamin A (beta karotine), vitamin E dan asam lemak esensial.

Berdasarkan hasil-hasil riset gizi dan kesehatan, minyak sawit bukanlah berpotensi pemicu kanker

(karsiogenesis) sebagaimana dituduhkan Eropa tersebut. Bukti-bukti empiris justru menunjukkan sebaliknya bahwa minyak sawit justru

DAFTAR PUSTAKA

Agriculture Handbook 8-4 (1997). Composition of Food, United States Department of Agriculture,

Science and Education Administration Washington, D.C.

Chong YH. Facts about palm oil. 1987. Institute  Penyelidikan  Minyak
Kelapa Sawit Malaya-Kementerian Perusahaan Utama, Malaysia.

Choudhury, N., Tan, L., and Truswell, A.S. (1995). Comparison of palm olein and olive oil: Effects on plasma lipids and Vitamin E in young adults. Am. J. Clin. Nutr. 61:1043-1051

Colloway, D.H. and Kurtz, G.W (1956) The absorbabililty of natural and modified fats. Food Research 21: 621-629

Cottrell, R. C. 1991. Nutritional aspects of palm oil. Am. J. Nutr. 53: 989S-100S

Cross, C.E. 1987. Oxygen radicals and human disease. Ann. Int. Med. 197: 526-545

Elson, C.E and Qureshi, A.A. 1995. Coupling the cholesterol and tumor-suppressive action of palm oil to the impact of its minor constituents on 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A reductase activity. Prosta. Leuko. Ess. Fatty Acids. 52: 205-208




@PASPI2017
686 Monitor Isu Strategis Sawit, Vol III No. 07/02/2017

Giriwono and Nuri Andarwulan. 2016. Palm Oil Benefits for Health. South-East Asia Food and Agriculture Science and Technology (SEAFAST) Bogor

Agricultural University-IPB. Presented at IPOC 2016, 24 November 2016.

Goh, S.H., Hew, N.F., Norhanom, A.W. and Yadav, M. (1994). Inhibition of tumor promotion by various palm oil tocotrienols. Int. J. Cancer. 57:529-531

Gunstone, F.D. J.L. Harwood, F.B Padlay, 1986. Lipid Handbook. Chapman and Hall. London

Guthrie, N. Nesaretnam, K., Chambers, A.F. and Carroll, K.K. (1993). Inhibition of breast cancer cell growth by tocotrienols. FASEB J. 7:A70

Guthrie, N., Chambers, A.F, Gapor, A. and Carrol, K.K. (1995). In vitro inhibition of proliferation of receptor-positive MCF- 7 human breast cancer cells by palm oil tocotrienols. FASEB J. 9:A988

Haryadi, P. 2010. Mengenal Minyak
Sawit dengan Berbagai Karakter
Unggulnya. GAPKI.

Hayes, K.C., Pronczuk, A., and Khosla, P. (1995). A rationale for plasma cholesterol modulation by dietary fatty acids:Modelling the human response in animals. J. Nutr. Biochem., 6:188-194

Hayes, K.C., Pronczuk, A., Lindsey, S. and Diersen-Schade, D. (1991). Dietary saturated fatty acids (12:0, 14:0, 16:0) differ in their impact on plasma cholesterol and lipoproteins in human primates. Am. J. Clin. Nutr. 53: 491-498

Hirai, S., Okamoto, K., and Morimatsu, M. 1982. Lipid peroxide in the aging process. In: Lipid Peroxides in Biology and Medicine, ed. K.

Yagi, Academic Press, New York, pp.305-315.

Hornstra, G., (1988). Dietary lipids and cardiovascular disease. Effects of palm oil. Oleagineux 43: 75-81

Komiyama, K., Iizuka, K., Yamaoka, M., Watanabe, H.,Tsuchiya, N and Umezawa, 1. (1989). Studies on the biological activities of tocotrienols. Chem. Pharm. Bull. 37:1369-1371

Krinsky, N.I. 1993. Actions of carotenoids in biological system. Ann. Rev. Nutr. 13:561-588

Life Sciences Research Office (1985). The Health Aspects of Trans-Fatty Acids, federation of

American Societies for Experimental Biology, Rockville, MD.

Lindsey, S., Benattar, J. Pronczuk, A. and Hayes, K.C. (1990). Dietary palmitic acid (16:0) enhances HDL cholesterol and LDL receptor RNA abundance in hamsters. Proc. Soc. Exp. Biol. Med. 195: 261-269

Muchtadi, T. R. 1998. Peranan Komponen Aktif Minyak Sawit untuk Kesehatan. Jurusan Teknologi Pengolahan Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor.

Muhilal. 1991. Minyak Sawit, Suatu
Produk Nabati Untuk Penanggulan Atherosclerosis dan Penundaan Proses Penuaan. Prosiding seminar Nilai Tambah Minyak Kelapa Sawit Untuk Meningkatkan Derajat Kesehatan, Jakarta

Muhilal. 1998. Prospek Nilai Gizi dan Manfaat Produk Pangan Asal Minyak Sawit. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan RI.
Ng, T.K.W, Hassan, K., Lim, J.B. Lye, M.S. and Ishak, R. (1991). Non-hypercholesterolemic effects of a palm oil diet in Malaysian volunteers. Am. J. Clin. Nutr. 53:1015S-1020S

Ng, T.K.W, Hayes, K.C., de Witt, G.E, Jegathesan, M.,Satgunasingham, N., Ong, A.S.H. and Tan, D.T.S (1992). Palmitic and oleic acid exert similar effects on serum

lipid profile in normocholestrolemic humans. J. Am. Coll. Nutr. 11: 383-390

Sandjaja et al. 2015. Vitamin A-fortified cooking oil reduces vitamin A deficiency in infants, young children and women : result from a programme evaluation in Indonesia. Public Health Nutrition : 18 (14), 2511-2522.

Slover, H.T. 1971. Tocopherol in Food
and Fats. Lipid.

Sundram, K., French., M. A., and Clandini,.M.T. 2003. “Exchanging Partially Hydrogenated Fat for Palmitic Acid in the Diet Increases LDL-Cholesterol and Endogenous

Cholesterol Synthesis in Normocholesterolemic women”. European Journal of Nutrition, 42 (4) 188-194.

Sundram, K., Hayes, K.C. and Siru, O.H. (1995). Both dietary 18:2 and 16:0 may be required to improve the serum LDL/HDL cholesterol ratio in normocholesterolemic men. J. Nutr. Biochem., 6: 179-187

Sundram, K., Hayes, K.C., and Siru, O.H. (1994). Dietary palmitic acid results in a lower serum cholesterol than a lauric-myristic

acid combination in normolipemic humans. Am. J. Clin. Nutr. 59: 841-846

Sundram, K., Khor. H.T., Ong, A.S.H.

and  Pathmarathan,  R.  (1989).

Effect of dietary palm oils on mammary carcinogenesis in female rats induced by 7,12-dimethylbenz (a) anthracene. Cancer Res. 49: 1447-1451

Sylvester. P.W., Russell, N., lp, M.M. and lp, C. (1986). Comparative effects of different animal and vegetable fats fed before and during carcinogen administration on mammary tumorigenesis, sexual maturation and endocrine function in rats. Cancer Res. 46: 757-762

Walton, J.R and Packer, L. 1980. Free radical damage and protection : relationship to cellular aging and cancer. In: Vitamin E, a Comprehensive Treatise, ed. L. J. Machine, Marcel Dekker, Inc. New York, pp. 495-517

Wood, R., Kubena, K., Tseng , S., G. and Crook, R. 1993. Effect of palm oil, margarine, butter and sunflower oil on theserum lipids and

lipoproteins of normocholesterolemic middle-aged men. J. Nutr. Biochem. 4: 286-297


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rendemen Minyak Kelapa Sawit yang dihasilkan oleh Pabrik Sawit

Kamus kamus di Perkebunan Kelapa Sawit

RENDEMEN (OER=Oil Extraction Rate) Tanggung Jawab Siapa? Estate atau Pabrik?